Euro sedang berada di bawah tekanan pada hari Rabu (11/06) ini seiring dengan paket likuiditas ECB yang mulai mengalir keluar. Mata uang tunggal tersebut tergelincir menghadapi mata uang-mata uang mayor karena para investor meminjam Euro pada tingkat suku bunga yang sangat rendah dan membeli aset-aset yang berimbal hasil lebih tinggi di mancanegara, atau yang disebut dengan carry trade.
euro
Sebaliknya, Dolar AS menemui support dalam proses peningkatan data-data perekonomian AS yang melambungkan yield-yield pemerintah serta menyulut spekulasi bahwa The Fed kemungkinan akan cenderung membuat kebijakan yang lebih dovish dalam pertemuannya minggu depan. Hal-hal tersebut mengarahkan Euro turun ke angka $1.3528 dan menjauh dari puncak di angka $1.3668 pada awal pekan. Di samping itu, pada dasarnya ada beberapa alasan mengapa Euro terus jatuh.
Pertama, pertimbangan pelonggaran agresif ECB.
Pada pekan lalu, pasar mengharapkan suatu bentuk pelonggaran akan dilakukan oleh ECB meskipun tak sedikit juga yang memprediksi bahwa ECB akan menerapkan suku bunga negatif. Akhirnya suku bunga acuan pun dipotong dan suku deposito dinegatifkan.
Kedua, efek dari suku bunga negatif ECB.
Diketahui, ECB merupakan bank sentral pertama yang menerapkan suku bunga negatif. Tetapi, mungkin tidak banyak yang mengetahui bahwa Bank Sentral Denmark juga pernah menerapkan kebijakan serupa pada 2012 dan Bank Sentral Swedia juga pernah melakukannya pada 2009. Hasilnya, mata uang negara tersebut memang anjlok versus Dolar AS.
Terakhir, lemahnya data ekonomi Zona Euro serta Draghi yang masih membuka kemungkinan untuk menambah pelonggaran (QE)
Hal tersebut berkontribusi pula dalam melemahkan Euro. Namun perlu diingat bahwa penerapan QE akan cukup menantang di Zona Euro. Sebabnya, kawasan ini tidak memiliki utang pemerintah bersama untuk dijadikan alasan melakukan pembelian aset.